Sumber : Icha faizah hafizh |
Pernah punya
ekspektasi terhadap sesuatu? bagaimana ketika realitanya tidak sesuai
ekspektasi yang kita inginkan? kadang, ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap
suatu hal pun tidak bagus ya. Karna ketika realitanya bertolak belakang, lupa
sama rasa syukur.
Setiap orang
tua pasti punya ekspektasi pada masing-masing anaknya, pengen anaknya begini
atau pun begitu. Entah si anak setuju atau tidak. Tapi, ketika kenyataannya
tidak sesuai yang diinginkan, anak pun seakan-akan berada pada posisi yang
salah dan disalahkan. Padahal si anak tidak melakukan kesalahan.
Sering denger
dan sering ngalamin ga sih orang tua yang suka membanding-bandingkan anaknya
yang satu dengan anaknya yang lain, bahkan dengan anak orang lain? Padahal kan
tiap anak punya porsinya masing-masing, punya fitrahnya tersendiri. Akibat
ekspektasi yang tinggi, lupa sama rasa syukur ketika realitanya tidak sesuai.
Seakan sudah lupa kalo anak sendiri pun pasti punya kelebihan, punya
keistimewaan dan punya sesuatu yang bisa dibanggakan.
Contoh
berdasarkan sedikit pengalaman pribadi dan pengalaman teman-teman hasil survey.
"Tuh liat si anu, tetap kerja walau punya anak bayi " "tuh liat
si ono, gajinya gede" "tuh liat si anu, orangnya serba bisa"
"tuh liat si anu, keliatannya cerdas" "tuh liat si ono, orangnya
dewasa". Semuanya serba si anu dan si ono. Panas ga sih telinga kalo semuanya
serba si anu dan si ono?
Contoh lain,
ketika si anak kerjaannya hanya di rumah padahal dikuliahi tinggi-tinggi -
langsung dibanding-bandingi sama anak tetangga yang sudah sibuk kerja yang
notabene nya tidak sampai kuliah. Padahal, ga selamanya si anak cuma diem di
rumah. Bisa jadi di balik diamnya, si anak sedang berusaha agar kelak bisa
mensejahterakan dirinya dan keluarganya.
Kerjaan emak
saya dulu sebelum saya nikah, suka banding-bandingin sama anak tetangga atau
pun sodara. Ya memang, banding-bandinginnya sih ga seekstrem kaya contoh yang
di atas, tapi kan tetep aja ya saya punya hati yg mudah patah hati. Tapi
untungnya, masa itu kini telah berlalu dan ga pernah terulang lagi setelah saya
menikah.
Akibat
ekspektasi yang terlampau tinggi yang tidak sesuai dengan realitanya. Si anak
pun serba salah dan disalahkan, bahkan ada yang disebut bikin malu keluarga.
Padahal, si anak tidak salah. Hanya karna realitanya yang tidak sejalan dengan
ekspektasi orang tua yang tinggi.
Jika saja
diselipi rasa syukur ketika kenyataannya bertolak belakang, betapa hebatnya si
anak. Karna faktanya, pasti banyak yang lebih kurang dari si anak, pasti banyak
yang lebih di bawah si anak. Tapi lagi-lagi karna kurangnya rasa syukur,
sehingga yang terlihat adalah semua yang melebihi si anak tanpa mengetahui
pasti bahwa mereka pun belum tentu seistimewa yang dipikirkan.
Walau kadang
bikin telinga panas dan hati mendidih. Ekspektasi orang tua terhadap anaknya
memang untuk kebaikan anak-anaknya juga,
hanya saja sedikit salah dalam menyampaikan evaluasinya ketika
kenyataannya tidak sesuai. Meski begitu, apalah jadinya si anak tanpa orang
tua. Walau kadang tidak sejalan dengan si anak, orang tua tetaplah malaikat
tanpa sayap yang senantiasa mengiringi langkah si anak. Karna tanpa mereka, si
anak bukanlah siapa-siapa. Betul? Hehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar